Jumat, 30 Desember 2011

Melebihi Jarak Langit dan Bumi

Seandainya semua orang tahu bahwa kita masih diberi kesempatan oleh Allah Yang Maha Kuasa untuk hidup satu tahun lagi, pasti kita semua akan berlomba-lomba melakukan segala perbuatan baik, demi untuk menutupi dan menghapus dosa-dosa dimasa lalu.

Tapi kematian tetap menjadi rahasia Yang Maha Hidup dan pemberi kehidupan, kematian bisa datang kapan saja dan di mana saja, tidak perlu menunggu tua atau sakit. Berapa banyak orang yang menemui ajal tanpa sempat memperbaiki kesalahannya dimasa lalu bahkan maut menjemput dalam keadaan sedang bergelimang maksiat dan dosa.

Thalhah bin Ubaidillah, salah satu sahabat Rasulullah, pada suatu hari bermimpi. Dalam mimpinya dia mendapati dirinya sedang berada di depan pintu surga bersama dua orang muslim yang dikenal semasa hidupnya rajin beribadah. Salah satunya adalah orang yang mati syahid karena terbunuh dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah dan satunya lagi meninggal satu tahun kemudian.

Malaikat mempersilahkan orang yang meninggal belakangan untuk masuk surga terlebih dahulu. Setelah itu, baru kemudian orang yang syahid dalam peperangan tersebut dipersilahkan masuk. Kemudian malaikat berkata kepada Thalhah bin Ubaidillah “Kembalilah ! Kamu belum saatnya di sini.”

Esok harinya, mimpi itu diceritakan kepada orang-orang dan terjadi sedikit kegaduhan. Mereka heran mengapa orang yang syahid itu justru masuk surga belakangan. Hingga akhirnya cerita perihal mimpi itu sampai ke Rasulullah.

Rasulullah pun menanggapi “Bukankah orang yang meninggal belakangan itu hidup satu tahun lebih lama dari orang yang meninggal sebagai syahid?” “Benar,” jawab mereka. ‘Jika demikian, bukankah orang yang meninggal belakangan masih bisa berjumpa dengan ramadhan, berpuasa penuh dan melaksanakan berbagai ibadah dan kebaikan lainnya?” balas Rasulullah. “Benar” jawab mereka.

“Itulah yang menjadikan kebaikan orang yang meninggal belakangan lebih banyak daripada kebaikan orang yang meninggal lebih dulu meski sebagai syahid. Kebaikan mereka lebih jauh daripada jarak langit dan bumi.”

Dalam sebuah hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwasannya Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat, “Maukah kalian aku beritahu tentang orang yang terbaik diantara kalian?” Mereka menjawab “Ya Rasulullah” beliau pun melanjutkan “Sebaik-baik kalian adalah yang paling panjang umurnya dan paling baik amalnya.”

Mari kita segera merubah diri menuju kebaikan, saat ini juga dan jangan ditunda-tunda, selagi kita masih diberi waktu dan kesempatan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin amal kebaikan sebagai bekal di akhirat nanti.
Share

Rabu, 21 Desember 2011

Cobalah Pahami Keinginan Ibu Yang Sederhana


Ketika kita masih bayi belum mampu memberi isyarat apalagi berkata-kata, ibu menjadi sosok mulia yang paling memahami segala keinginan kita. Dia tahu saat kita sedang lapar, haus atau sakit. Tangis kita yang hanya satu warna dan hanya bisa dipahami oleh orang lain sebagai satu keinginan, ibu mampu menterjemahkannya ke dalam banyak keinginan lalu memenuhinya.

Saat kita sudah bisa mengucapkan satu dua patah kata, ibu yang pertama mengerti maksud dan keinginan anaknya. Begitu seterusnya dalam setiap fase pertumbuhan kita, sehingga segala keluh kesah kita bisa terjawab dengan kemampuannya memahami keinginan kita.

Ketika kita beranjak dewasa, karena anak dan orang tua lahir pada generasi yang berbeda, zaman yang tak serupa dan perubahan budaya yang tak sama, seringkali memunculkan perbedaan-perbedaan yang membuat komunikasi ibu dan anak tak sepaham, kehendak yang tak seiring dan pikiran yang tak sejalan.

Beberapa kisah berikut menjadi bukti bahwa betapa keinginan-keinginan ibu yang sederhana seringkali ditafsirkan rumit oleh kita sehingga melahirkan praduga yang tak berdasar dan akhirnya tersimpan kecewa di hati ibu.

Ibu adalah orang yang paling tahu kesukaan anaknya sejak kecil dan ia selalu ingin menghadirkan kesenangan-kesenangan itu untuk kita, meski kita sudah dewasa dan merasa sudah tidak dimasa itu lagi atau merasa sudah mampu untuk menghadirkannya sendiri. Hingga jika suatu hari kita datang menjenguknya, ia selalu siap menyajikan makanan kesukaan kita, atau selalu bertanya “Mau makan apa nak?”, “Mau dimasakin apa nak?” Begitu pula ketika kita hendak pulang, ibu selalu membekali oleh-oleh makanan kesukaan kita meski terkadang kita suka mencari-cari alasan untuk menolaknya karena merasa berat membawanya.

Seorang kakak yang hidup diperantauan meminta adiknya untuk mengirimkan paket jamu dari kampung. Ketika barang hendak dikirim, adiknya menelpon minta dikirimkan tambahan biaya karena ibunya menitipkan makanan ringan kesukaan sang kakak sejak kecil yaitu intip (kerak nasi yang dikeringkan).

Sang kakak meminta untuk membawa kembali saja makanan itu karena merasa tidak memesannya. Adiknya yang berkali-kali didesak tetap menolak sambil berkata “Lebih baik aku berikan orang di jalan daripada ibu kecewa, tiap hari kalau masak ditunggui supaya bisa jadi intip. Ibu juga susah payah mencari sinar matahari dibanyak tempat supaya intip cepat kering lalu digoreng dan segera dikirim, kamu kok malah begitu...”

Demi mendengar perkataan adiknya, sang kakak di seberang telpon tiba-tiba dadanya seperti teriris dan tenggorokkanya serak, lidahnya kelu dan pikiran melayang, membayangkan wajah tua ibunya yang begitu tulus melakukan sesuatu untuk membuatnya senang. Sebuah keinginan yang sederhana, tapi ia nyaris menggagalkan nya karena tidak bisa membaca keinginan tersebut.

Suatu hari seorang anak hendak berangkat ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan. Ibunya yang merasa akan berpisah jauh dalam waktu lama, tentu ingin meluapkan perhatian dan kasih sayangnya dengan mengantar si anak ke bandara.

Tapi si anak yang merasa sudah besar dan dewasa menolak niat baik ibunya. Dia menganggap keinginan baik itu seperti perlakukan orang dewasa terhadap anak kecil yang harus selalu ditemani kemanapun pergi.

Mungkin anak itu punya maksud baik, tidak ingin merepotkan ibunya, tapi sebenarnya ia gagal memahami perasaaan hati seorang ibu. Ia tidak mengerti gemuruh hati seorang ibu yang begitu berat melepas anaknya untuk pergi jauh.

Bisa jadi tanpa sengaja kita membuat hati ibu kecewa, anak yang dibesarkannya dengan penuh cinta dan pengorbanan serta disekolahkan hingga pandai, ternyata pikirannya tak mampu menjangkau dalamnya cinta dan kasih sayang orang tua.

Pikiran ibu jauh ke depan, dalam benaknya selalu terselip “Andai ini pertemuan terakhir, aku ingin menatap anakku untuk terakhir kalinya.” Atau juga “Anakku membutuhkan kekuatan doa maka aku ingin mengiringi kepergiannya dengan lantunan doa.”

Usahakan jangan pernah menolak keinginan ibu, sepanjang keinginan itu tak mengandung maksiat dan bertentangan dengan syariat Allah. Meski mungkin ada rasa berat di hati, jangan pernah menolak suatu pemberian darinya walau mungkin sangat sederhana dan tak bernilai di mata kita, karena bisa jadi itu adalah pemberian ibu yang terakhir.

Suatu hari seorang ibu mendatangi tetangganya lalu mencurahkan isi hatinya, “Bu..., saya ini sudah tua sudah tidak banyak keinginan. Saya ini senang sekali kalau melihat ada anak yang mengantarkan makanan untuk orang tuanya. Saya ingin sekali diantarkan makanan atau dibawakan oleh-oleh kalau anak-anak saya pulang dari berbelanja, meski saya sering berbelanja sendiri dan belum terlalu tua untuk bermanja-manja. Saya hanya ingin menikmati makanan atau apa saja dari anak-anak, tidak penting itu mahal atau murah...” cerita ibu dengan raut wajah yang sedih.

Sebuah keinginan yang sangat sederhana, Ibu itu ingin sebuah perhatian yang tulus, berharap tegur sapa anak-anaknya lewat sebungkus makanan atau oleh-oleh kecil lainnya, tapi hal itu tak kunjung ia dapatkan.

Terkadang hal ini tak kita pahami, mungkin karena menganggap orang tua kita terlihat hidup berkecukupan, lalu disimpulkan bahwa mereka tak begitu membutuhkan pemberian kita. Terlebih lagi karena ibu tak pernah bercerita apalagi meminta, tapi bukankah ibu atau orang tua pada umumnya selalu tidak ingin menyusahkan anak-anaknya? Meskipun sebenarnya ia butuh namun berusaha menutupinya.

Semoga kita dapat membahagiakan ibu atau orang tua kita dengan selalu berusaha memahami keinginannya, dari semua sisi, agar kita mampu untuk lebih berbakti demi mengharapkan keberkahan hidup bersamanya. Karena sesungguhnya apapun yang kita berikan, tidak akan pernah sepadan dengan segala pemberian dan curahan kasih sayang yang telah diberikan kepada kita.
Share

Senin, 05 Desember 2011

Peranan Tulang Ekor Dalam Proses Penciptaan & Kebangkitan Manusia


Rasulullah SAW pernah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh HR. Muslim “Seluruh bagian tubuh anak Adam akan musnah dimakan bumi kecuali tulang ekor. Darinyalah ia diciptakan dan denganyalah ia dirakit (dibangkitkan) kembali.”

Belasan abad lamanya, hadist tersebut menjadi hal ghaib yang tidak mungkin bisa dijelaskan dengan logika. Seiring berjalannya waktu, beberapa penelitian ilmiah mampu menjelaskan kebenaran hadits tersebut ditinjau dari sudut pandang ilmiah, sebagaimana dijelaskan oleh
Prof. Dr. Zaghlul Raghib Al-Najjar dalam bukunya “Al-I’jaz al-ilmi fi al-Sunnah al Nabawiyyah” dan diterjemahkan dalam “Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadist Nabi.”

Hans Spemann seorang ilmuwan Jerman bersama timnya meneliti perkembangan sel telur pada hewan percobaannya. Mereka menemukan bahwa sel sperma yang telah bercampur dengan sel telur terbagi-bagi menjadi beberapa kali hingga menjadi sebentuk piringan yang terdiri dari dua lapis sel yaitu epiplast dan hypoplast. Kemudian muncul benang halus pada lapisan paling atas yang disebut
the primary streak atau the primitive streak (benang pertama/benang permulaan).

Pada ujung benang inti ini terdapat simpul pengikat yang disebut
the primary node atau the primitive node (simpul pertama/simpul permulaan).

Para peneliti melihat bahwa “benang pertama” atau “pita pertama” memulai
proses penciptaan seluruh organ dan sistem janin dengan cara menggerakkan beberapa sel lapisan atas (epiplast) kemudian membentuk sel-sel janin sesuai dengan tugas yang telah ditentukannya. Kemudian ia mulai mengatur penyempurnaan bagian tubuh janin lain yang bentuknya belum sempurna.

Mereka juga menemukan bahwa setelah penciptaan seluruh sistem tubuh janin, pita pertama tertarik dan kemudian tersimpan diujung tulang punggung tulang belakang. Mereka tercengang demi mengetahui bahwa proses penciptaan seluruh sistem tubuh janin yang dilakukan oleh sel-sel pertama disepanjang benang pertama dan simpul-simpulnya. Karena itulah mereka menyebutnya The Primary Organizer atau pengatur utama.

Hans Spemann dan timnya pada 1931 mencoba mengisolasi pita pertama tersebut dan
Menanamkannya pada salah satu gen hewan amfibi. Ternyata sel itu tumbuh pada poros lain di luar poros janin indungnya.

Pada tahun 1932 mereka juga mengisoalasi pita pertama tersebut lalu mendidihkannya untuk kemudian ditanam pada janin lain. Ternyata ia tetap menumbuhkan sel-selnya secara mandiri, tidak terpengaruh oleh proses pendidihan tadi.

Akhirnya pada tahun 1935 Hans Spemann dianugerahi Nobel dalam bidang biologi sebagai penghargaan atas penemuan
The Primary Organizer dan perannya dalam penciptaan seluruh struktur jaringan, organ dan sistem janin. Ia juga menemukan bahwa organ ini tidak akan musnah untuk selama-lamanya.

DR. Utsman Gailan dari Mesir pada tahun 2003 melakukan penelitian dengan membakar dua rangkaian
tulang ekor terakhir dari lima tulang belakang kambing hingga benar-benar hitam seperti arang. Setelah diperiksa di laboratorium ternyata sel-sel tersebut sama sekali tidak terpengaruh.

Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang embriologi terus berkembang, para ilmuwan lain termasuk ilmuwan genetika Keith L. Moore mencoba melakukan penelitian pada tulang ekor manusia dan mendapatkan kesimpulan yang sama pula.

Para ahli genetika dewasa ini sudah mengetahui bahwa sel-sel pita pertama telah dianugerahi oleh Sang Maha pencipta, kemampuan luar biasa untuk memproduksi sel-sel khusus sehingga dikenal pula dengan sebutan
Pleuropotent Primitive Streak Cells atau “Sel Pita pertama Berkemampuan banyak”.

Fakta ilmiah ini sesuai dengan
hadist Rasulullah SAW di atas bahwa “tulang ekor” berperan dalam proses penciptaan manusia. Lantas bagaimana dengan kebangkitan manusia? Simak pula hadist berikut yang diriwayatkan oleh HR. Bukhari :

“Diantara dua tiupan sangkakala lamanya empat puluh (entah 40 hari, bulan atau tahun). Kemudian Allah menurunkan air dari langit, mereka pun
bangkit seperti biji sawi menumbuhkan tunasnya. Tidaklah setiap manusia melainkan akan binasa, kecuali satu tulang, yakni tulang sulbi (tulang ekor), dengannya makhluk dibangkitkan pada hari kiamat.”

Senada dengan hadist tersebut, Allah berfirman dalam Qs. Nuh ayat 17-18 : “Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan
sebenar-benarnya.”

Allah mengibaratkan proses
penciptaan manusia dengan tumbuhnya pepohonan, kemudian mengibaratkan proses kebangkitannya seperti munculnya pepohonan di muka bumi. Dan Allah menegaskan bahwa manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat “dengan sebenar-benarnya”. Kelak dihari kiamat nanti, semua manusia akan membuktikan kebenaran firman Allah tersebut.
Share