Sabtu, 22 November 2014

Ketika 100 Hari Tak Sanggup Memandang Wajah Suami

Pasangan suami istri itu belum juga dikaruniai buah hati, empat tahun lamanya. Mulanya mereka tidak merasa ada masalah. Namun saat terdengar bisik-bisik tetangga, sang istri mulai resah. “Kok belum punya anak ya mereka. Yang punya masalah suami atau istri?” kalimat-kalimat itu sampai juga ke telinga mereka.

Akhirnya suami istri itu pergi ke dokter. “Mohon bersabar pak,” kata dokter kepada pria itu sambil menyerahkan hasil pemeriksaan. “Istri anda mandul dan agaknya tidak ada harapan untuk bisa hamil.”

“Kalau begitu, jangan sampaikan ini kepadanya Dok
, saya khawatir itu akan melukai perasaannya. Dok,  katakan saja kalau saya yang mandul, kata si Suami. “Tidak bisa begitu, Anda kan tidak ada masalah.

Cukup lama mereka berbincang, hingga pria tersebut berhasil meyakinkan dokter untuk men
uruti keinginannya.

Entah bagaimana ceritanya,
kabar bahwa pria itu mandul, sampai juga ke telinga para tetangga dan juga kerabat mereka. Kasak-kusuk pun semakin kencang, namun rumah tangga keduanya masih bertahan. Hingga suatu hari, lima tahun kemudian, wanita itu tak dapat lagi bersabar.

“Sembilan tahun sudah kita berkeluarga
dan selama itu aku dapat bersabar. Sampai-sampai para tetangga kasihan melihatku karena hidup bertahun-tahun dengan suaminya yang mandul. Terus terang, aku ingin menggendong anak, mengasuh dan membesarkannya. Kini aku tak dapat lagi memperpanjang kesabaranku. Tolong ceraikan aku agar aku bisa menikah dengan laki-laki lain dan mendapat anak darinya,” kata wanita itu kepada suaminya.


Sang suami dengan sabar mendengar tuntutan itu sambil menasehatinya
“Ini ujian dari Allah sayang, kita perlu bersabar. Mendengar nasehat itu, emosi istri sedikit mereda. “Baiklah, aku akan bersabar, tapi hanya satu tahun. Jika berlalu masa itu dan kau tidak juga memberiku keturunan, ceraikan saja aku.”

Selang beberapa hari, tiba-tiba wanita itu jatuh sakit. Hasil lab
oratorium menunjukkan, ia mengalami gagal ginjal. “Ini semua gara-gara kamu,” kata wanita itu kepada suaminya yang saat itu menungguinya di rumah sakit, “Aku terus menahan sabar karenamu. Inilah akibatnya. Sudah tidak punya anak, kini aku kehilangan ginjalku.”

“Apa? Kau akan pergi ke luar negeri?” kata wanita itu dengan nada tinggi, esok harinya ketika sang suami berpamitan kepadanya. Entah bagaimana perasaannya, ia yang kini 
istirahat di rumah sakit harus berjuang sendiri tanpa suami. “Ini tugas dinas, Sayang dan sekaligus aku akan mencari pendonor ginjal buatmu.

Beberapa hari kemudian, wanita itu mendapatkan kabar gembira bahwa telah ada seseorang yang mau mendonorkan ginjalnya
, tetapi dokter merahasiakan namanya.

“Orang itu sungguh baik, Dok. Ia mendonorkan ginjalnya untukku tanpa mau diketahui namanya. Sementara suamiku sendiri, ia justru pergi ke luar negeri, meninggalkanku sendiri,” mata dokter yang mendengar komentar itu berkaca-kaca. Ia tahu persis siapa yang mendonorkan ginjal untuk wanita itu.

Dengan izin Allah, operasi berhasil dengan baik. Wanita itu sembuh. Dan yang lebih menakjubkan, tak lama kemudian ia hamil, lalu melahirkan seorang bayi yang lucu. Ucapan selamat datang dari kerabat dan tetangga. Kini bisik-bisik itu telah selesai. Dan kehidupan rumah tangga keduanya pun normal kembali.

Kini sang suami telah menjadi seorang panitera di pengadilan Jeddah, setelah menyelesaikan pendidikan S2 dan S3-nya. Ia juga telah hafal Qur’an dengan mendapatkan sanad riwayat Hafs dari ‘Ashim.

Suatu hari saat sang suami dinas luar, tak sengaja wanita itu menemukan buku harian suaminya di atas meja. Mungkin karena terburu-buru,
ia lupa menyimpannya.

Betapa terkejutnya wanita itu membaca halaman demi halaman episode rumah tangga yang selama ini tak diketahuinya. Bahwa ternyata yang mandul adalah dirinya
, bahwa pendonor ginjal itu adalah suaminya sendiri. Ia pun menangis sejadi-jadinya. Hampir pingsan ia menyadari kekeliruannya selama ini. Ia yang tak tahan dan ingin minta cerai, padahal suaminya adalah manusia paling sabar yang ia temui. Ia kesal dengan suaminya yang pergi saat ia operasi, padahal suaminya terbaring lemah saat itu demi menghibahkan satu ginjal untuknya.

Ketika sang suami pulang, wanita itu tak mampu memandang wajahnya. Ia tertunduk malu
hampir seratus hari lamanya. Malu di depan pria yang paling dicintainya dan paling berjasa dalam hidupnya.


Repost from : www.reportaseinti.wordpress.com
Edited by      : Why's Share