Sabtu, 20 Desember 2014

TANGAN-TANGAN YANG MENGANTAR KE SURGA

Adalah hal yang sudah biasa ketika istri mencium tangan suami, anak mencium tangan orangtua, menantu mencium tangan mertua, murid mencium tangan guru, yang lebih muda mencium tangan yang lebih tua, bawahan mencium tangan atasan, karyawan mencium tangan majikan, si miskin mencium tangan si kaya dan seterusnya. Yang mencium tangan biasanya memposisikan diri lebih “Rendah” atau lemah atau sebagai penghormatan kepada pihak yang dicium tangannya.

Hal sebaliknya, seperti ayah mencium tangan anak, suami mencium tangan istri, majikan mencium tangan bawahan atau raja mencium tangan rakyat jelata, sesuatu yang pastinya jarang terjadi.

Lain halnya dengan Nabi Muhammad, manusia paling mulia utusan Allah,  justru mencium tangan dua manusia biasa. Tapi tangan-tangan itulah yang dimuliakan Allah, sekaligus tangan-tangan itu pula yang membawa pemiliknya menuju surga.

Seorang pria jelata mengadu kepada Nabi Muhammad. “Wahai Rasulullah, lihatlah tanganku sudah bengkak, retak-retak dan hancur !” Lelaki itu bekerja teramat keras demi memenuhi nafkah anak istrinya. Dia bekerja memecah batu di tengah teriknya matahari gurun pasir. Tak heran jika tangannya menghitam, retak-retak, dan sangat kasar. Nasib telah mengantarkan PEJUANG KELUARGA itu kepada kondisi yang memprihatinkan.

Rasul terharu mendengarnya, lalu beliau meraih tangan yang retak menghitam dan berdarah itu dan menciumnya dengan sepenuh kasih sembari berkata, “Tanganmu inilah yang akan mengantarmu menuju surga.”

Di lain pihak, Fatimah menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh perjuangan. Putri bungsu kesayangan Nabi Muhammad itu dipersunting oleh Ali bin Abi Thalib yang saleh, berpengetahuan luas lagi gagah berani tetapi sangat miskin secara materi. Sejarah mencatat kegemilangan Ali di setiap pertempuran membela kaum muslimin, sekaligus mengibarkan kejayaan Islam. Kesibukan membela agama Allah membuatnya hanya mempunyai sedikit waktu untuk mencari nafkah bagi keluarga sehingga rumah tangganya hidup di bawah garis kemiskinan.

Fatimah tak kalah berat perjuangannya dalam merawat keluarga. Dia harus mencari dan membelah kayu bakar, menimba dan memanggul air, menggiling gandum, membuat roti dan mengerjakan segala urusan dapur seorang diri. Di samping itu, dia juga mengasuh dan mendidik dua putranya yang lincah, Hasan dan Husein. Kalau tidak sedang sibuk di medan perang, suaminya turut membantu menggiling gandum dan pekerjaan kasar lainnya, tapi itu sangat jarang terjadi karena negaranya terlalu sering terancam oleh pihak-pihak lawan.

Gadis yang dulu menjadi idaman banyak pemuda terhormat itu sampai pada kondisi menyedihkan. Fatimah menemui ayahnya lalu berkata, “Lihatlah tanganku ini Ayah, sudah kasar dan retak-retak.” Fatimah meminta agar ayahnya memberikan seorang pembantu supaya pekerjaan rumahnya menjadi lebih ringan.

Andai kita adalah ayah kandung Fatimah, tanpa pikir panjang, pasti segera menyiapkan pembantu buat sang anak atau mungkin memarahi suami putrinya yang dipandang keterlaluan. Namun, Rasulullah tidak melakukan hal demikian. Nabi Muhammad tidak memberikan pembantu untuk putrinya, walaupun mampu menyediakannya.

Rasulullah meraih tangan Fatimah yang sudah kasar dan retak-retak, lalu menciumnya sepenuh kasih seraya berkata, “lnilah tangan yang akan mengantarmu menuju surga.” Rasulullah tidak ingin memanjakan putrinya sehingga dia menjadi wanita yang berjiwa lemah.

Kepada kedua pemilik tangan yang hebat itu, Rasulullah menyuntikkan semangat juang, nasihat yang menguatkan dan penghargaan. Merekalah orang-orang bahagia karena tangannya menghasilkan pahala dan tiket menuju surga.

Dalam hidup, kita melihat jutaan tangan terluka demi mencari sesuap nasi dengan cara yang halal dan ikhlas. Tangan-tangan itu dapat ditemukan di rumah kita sendiri, di kantor, di jalan dan di mana saja, tapi keberadaannya sering kita abaikan atau mungkin tangan-tangan itulah yang sering kita sakiti.

Bisa jadi tangan kita dicium orang atas alasan menghormati, namun kelak kita harus bertanggung jawab kepada Allah SWT, betulkah tangan kita benar-benar tangan mulia yang selalu melakukan kebaikan, berjuang di jalan Allah? Atau tangan mereka yang sebetulnya lebih mulia dan lebih pantas kita cium?

Inilah kesempatan bagi kita untuk mengevaluasi diri. Tanyakan kepada diri kita, sudah pantaskah kita dihormati? Atau sudah tepatkah penghormatan yang kita lakukan? Tidak seperti menebar penghormatan palsu, kita akan merasakan kebahagiaan jika menghormati orang-orang yang tangannya setia menebar kebaikan, apa pun statusnya.

“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (Qs. An Nisaa’ : 86).



Repost from        : Fatimah Al-Zahra, Google+
Edited & retitled  : Wahyu Santoso

Share

Sabtu, 06 Desember 2014

Berharap Keajaiban : Kedelai Segera Menjadi Tempe

ketika kegagalan sudah di depan mata, berapa besar keyakinan Anda akan berujung dengan keberhasilan? Seberapa sering Anda terus berdoa dan tetap berharap datangnya pertolongan? 

Kisah berikut ini mengajarkan kepada kita untuk terus berusaha dan tetap berdoa karena keajaiban seringkali datang disaat injuri time, detik-detik terakhir ketika kegagalan hampir pasti menjadi kenyataan.

Abah dan Emak adalah sepasang suami istri sederhana yang kesehariannya menggantungkan hidup dari membuat tempe & menjualnya sendiri ke pasar. Itulah satu-satunya sumber pendapatan mereka untuk bertahan hidup.

Suatu hari, Abah jatuh sakit sehingga Emak harus mengambil alih tugas menjual tempe. Saat tengah bersiap untuk pergi ke pasar, tiba-tiba Emak sadar bahwa tempe buatannya hari itu masih belum matang atau setengah jadi.

Emak sadar bahwa tempe yang masih muda & belum matang pasti tidak akan laku. Itu artinya, untuk hari itu, mereka tidak akan mendapatkan uang. Ketika Emak dalam kesedihan, tiba-tiba Abah mengingatkan Emak bahwa Allah SWT mampu melakukan perkara-perkara ajaib karena tiada yang mustahil bagi-Nya.

Emak lalu mengangkat kedua tangannya "Ya Allah, Emak mohon kepada-Mu agar kacang kedelai ini menjadi tempe, amin." Begitulah doa yang dipanjatkan dengan sepenuh hati & keyakinan bahwa Allah pasti akan mengabulkannya.


Emak pun menekan-nekan bungkusan bakal tempe dengan ujung jarinya lalu membuka sedikit bungkusan itu untuk menyaksikan keajaiban kacang kedelai itu menjadi tempe. Emak termenung sebab kacang itu masih tetap kacang kedelai yang belum matang benar.


Tidak putus asa & berpikir mungkin doanya kurang jelas, lalu Emak mengangkat kedua tangannya kembali "Ya Allah, Emak tahu bahwa tiada yang mustahil bagi-Mu. Bantulah supaya hari ini Emak dapat menjual tempe, jadikanlah kacang kedelai ini menjadi tempe, amin."


Dengan penuh harap, Emak kembali membuka sedikit bungkusan itu. Apa yang terjadi? Ternyata kacang-kacang kedelai itu masih tetap seperti semula.


Hari semakin siang, pasar pasti sudah ramai didatangi pembeli. Emak tetap tidak kecewa atas doanya yang belum terkabul. Berbekal keyakinan yang tinggi, Emak memaksakan diri untuk tetap pergi ke pasar & berharap mungkin keajaiban Allah akan terjadi dalam perjalanannya ke pasar.


Dia pun berangkat ke pasar & sebelum keluar rumah, Emak sempat mengangkat kedua tangannya "Ya Allah, aku percaya kepada-Mu. Sementara, Emak berjalan ke pasar, karuniakanlah keajaiban, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe, amin." Dengan penuh keyakinan, wanita tua ini di sepanjang perjalanan tetap tidak lupa membaca doa di dalam hatinya.


Sesampai di pasar, segera Emak meletakkan barang dagangannya. Emak betul-betul yakin kalau tempenya sekarang sudah benar-benar matang & siap untuk dijual. Dengan hati yang berdebar-debar, Emak membuka bakulnya & menekan-nekan dengan jarinya setiap bungkusan yang ada. Perlahan-lahan, Emak membuka sedikit daun pembungkus & melihat isinya. Apa yang terjadi? Tempenya benar-benar tidak berubah, masih setengah jadi.


Emak menarik napas dalam-dalam. Harapan dikabulkannya doa perlahan menipis. Mulai timbul rasa bahwa  Allah tidak adil & tidak kasihan kepadanya. Inilah satu-satunya sumber penghasilannya berjualan tempe.


Dia pun hanya duduk saja tanpa membuka dagangannya karena yakin tidak ada orang yang akan membeli tempe yang masih setengah jadi. Hari beranjak petang, pasar sudah mulai sepi, para pembeli mulai berkurang & penjual tempe lainnya, sudah hampir habis jualannya. Emak tertunduk lesu seperti tidak sanggup menghadapi kenyataan bahwa dia pulang tanpa membawa hasil.


Namun, jauh di sudut hatinya, Emak masih menaruh harapan terakhir kepada Allah, pasti Allah akan menolongnya. Emak berdoa untuk terakhir kali "Ya Allah, berikanlah penyelesaian terbaik terhadap tempe Emak yang belum jadi ini."


Tiba-tiba, Emak dikejutkan oleh teguran seorang wanita. "Bu, maaf, apakah Ibu menjual tempe yang belum jadi? Dari tadi saya sudah pusing berkeliling pasar untuk mencarinya, tapi tidak ketemu juga.

Seketika Emak termenung, seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya karena sejak sepuluh tahun dia menjual tempe, tidak pernah ada seorang pun pelanggan yang mencari tempe belum jadi.


Sebelum menjawab, cepat-cepat Emak berdoa di dalam hati "Ya Allah, saat ini Emak tidak mau tempe ini menjadi matang. Biarlah kacang kedelai ini tetap seperti semula, amin." Emak pun membuka sedikit daun penutupnya. Alangkah senangnya hati Emak, ternyata memang benar, tempenya masih seperti semula. Emak berucap gembira. "Alhamdulillah.


Wanita itu memborong semua tempe Emak yang belum jadi. Emak sempat bertanya mengapa dia membeli tempe yang belum jadi. Wanita itu menerangkan bahwa anaknya yang sedang sekolah di Inggris ingin makan tempe dari desa. Karena tempe itu akan dikirimkan ke tempat yang jauh, maka si Ibu membeli tempe yang belum jadi dengan harapan, jika sampai nanti, akan menjadi tempe yang sempurna. Jika dikirimkan tempe yang sudah jadi, sesampainya di sana, tempe itu sudah tidak enak lagi  untuk dimakan.


Demi Allah, tiada seorang pun yang berbaik sangka kepada Allah, melainkan pasti akan memberikan kepadanya apa yang dia sangkakan. Sebab, semua kebaikan itu ada dalam genggaman Allah.


Allah memang tidak mengabulkan doa Emak untuk sebuah keajaiban, mengubah kedelai seketika menjadi tempe, tetapi banyak cara Allah untuk mendatangkan keajaiban lainnya kepada seorang hamba yang tak lelah & tak putus asa berdoa kepada-Nya

Maka apabila Allah sudah memberi husnuzan-Nya, berarti Allah akan memberi apa yang disangkakannya itu. (Abdullah bin Mas'ud)

Subhanallah...

Wallahu’alam bishshawab...


Repost from       : Motivasi Hidup, Google+

Edited & retitled  : Wahyu Santoso
Share