Kamis, 29 September 2011

Memberi Tanpa Diminta, Tanpa Berharap Kembali



Salah satu nama Allah (Asma’ul Husna) adalah sifat Al Wahhab yang berarti Maha Pemberi. Dia memberikan rahmat dan karuniaNya kepada manusia dan seluruh makhluk tanpa pamrih atau berharap imbalan karena Dia tidak membutuhkan apapun dari makhlukNya.

Allah juga maha pemberi tanpa diminta. Air, udara, sinar matahari, hujan yang turun dan masih banyak lagi, semua disediakan untuk manusia walaupun kebanyakan manusia tidak berdo’a dan memintanya.

Seandainya seluruh manusia ingkar kepadaNya, tidak akan berkurang sedikitpun keagungan dan kebesaranNya dan sebaliknya kemuliaan dan kewibawaanNya tidak akan bertambah sedikitpun, seandainya seluruh manusia patuh dan tunduk kepadaNya.

Tidak seorangpun yang berhak menyandang Al Wahhab, sebab manusia memiliki sifat tidak sempurna, serba kekurangan sehingga tidak bisa memberi secara berkesinambungan. Sedangkan Allah adalah maha pemberi dengan terus berkesinambungan. Maha suci Allah dari ketergantungan terhadap apapun, Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu.

Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa pada hakekatnya tidak ada pemberian tanpa tujuan dan harapan, kecuali Allah SWT. Setiap manusia pasti mengharapkan sesuatu atas semua perbuatannya, baik dalam bentuk pujian, meraih kehormatan, persahabatan atau sekedar menghindari celaan.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa, seseorang yang senantiasa beribadah kepada Allah juga tak lepas dari pamrih, yaitu demi mendapatkan surga atau terhindar dari neraka. Bahkan seorang alim yang beribadah demi meraih cinta dan syukur kepada Allah, tidak sepenuhnya terhindar dari upaya atau harapan meraih imbalan.

Karena hanya sampai disitu batas kemampuan manusia, maka Allah masih memberi toleransi mereka yang beribadah untuk meraih surga atau terhindar dari neraka, selama ibadah yang dilakukannya karena Allah.

Bahkan Allah merangsang manusia untuk berbuat kebaikan dengan istilah “Perniagaan” atau ” Jual beli”. Perhatikan ayat berikut ini, “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?” (QS. 61:10).

Apakah perniagaan itu? Berikut lanjutannya, “(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya,” (QS. 61:11).

Apakah imbalan (keuntungan) yang diraih dari perniagaan itu? Yaitu, “Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar,” (QS. 61:12).

Jadi sekali lagi ditegaskan bahwa manusia tidak bisa menjadi Al Wahhab, karena tidak ada sesuatupun yang dikerjakannya luput dari tujuan mendapatkan imbalan termasuk dalam hal ibadah. Namun demikian bukan berarti kita tidak dapat meneladani sifat ini sebatas kemampuan dan toleransi yang disebutkan tadi. Karena itu meneladani sifat ini dibutuhkan upaya terus menerus untuk memberi sekuat kemampuan.

“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau sesatkan hati kami sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami dan anugerahilah kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkaulah al-Wahhab, Maha Pemberi. (QS. 3: 8)

Semoga Allah Yang maha kaya lagi maha sempurna pemberian-Nya mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk ikhlas dalam beramal, kemampuan untuk tidak bergantung selain kepada-Nya.
Share

Kamis, 01 September 2011

Benarkah Silaturahmi Dapat Memperpanjang Umur ?


Banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan seseorang sehingga dapat hidup kaya raya selain karena keuletan, kerja keras dan semangat pantang menyerah dalam berusaha, demikian pula banyak hal yang menyebabkan seseorang dapat berumur panjang selain karena pola makan yang sehat, gaya hidup dan kebiasaan berolahraga.

Hadits Nabi Muhammad SAW perihal kedua hal tersebut di atas, salah satunya adalah seperti yang diriwayatkan oleh HR Bukhari, Muslim dan Abu Dawud yang berbunyi "Barangsiapa yang ingin dimudahkan rejekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi". Benarkah bahwa membina hubungan antar sesama atau dalam bahasa Islamnya “Silaturahmi” dapat menyebabkan rejeki seseorang bertambah luas dan memperpanjang usia? Kalau memang benar, lalu bagaimana ilmu pengetahuan modern dapat menjawab dan membuktikannya?

Silaturahmi dapat memperluas rejeki dapat dipahami bahwa rejeki mudah dicari selagi kita mempunyai hubungan baik dengan sesama dan seterusnya dapat berkembang menjadi kepercayaan dan amanah. Seseorang tentu akan dengan mudah mempercayakan harta (modalnya) untuk diurus dan dikelola oleh kita, jika mempunyai hubungan baik dengan kita.

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1970 an oleh seorang sosiolog Harvard bernama Mark Granovetter tentang cara atau bagaimana orang mendapatkan pekerjaan. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa mayoritas orang mendapat pekerjaan berdasarkan koneksi pribadi. Jadi bisa disimpulkan karena koneksi atau hubungan silaturrahmi itulah seseorang mendapatkan pekerjaan.

Saat ini ilmu-ilmu pemasaran modern sudah mengakui bahwa teknik-teknik pemasaran melalui jaringan teman dan keluarga terbukti ampuh untuk mendongkrak penjualan suatu produk, sehingga tak heran jika situs jejaring sosial yang sedang menjadi tren saat ini menjadi lahan yang empuk untuk mengembangkan usaha dan bisnis.

Makna dari silaturahmi dapat memanjangkan umur oleh ulama-ulama terdahulu kerap dimaknai bahwa dengan seringnya kita menjalin silaturahmi atau membina hubungan baik dengan sesama, maka kita akan dicintai dan disenangi banyak orang meskipun sudah wafat berkalang tanah, namun nama kita masih dikenang dan sering disebut-sebut kebaikannya. Contohnya tokoh-tokoh besar yang karena kebaikan hubungan yang pernah mereka bangun dan jasa-jasanya terhadap orang lain, meskipun sudah wafat mereka tetap dikenang orang hingga kini.

Benarkah hadits tersebut memiliki makna yang tersirat seperti itu ? Argumentasi tersebut tentu tidak sepenuhnya benar karena tidak sedikit tokoh-tokoh di dunia ini yang justru dikenal dan dikenang orang sebagai diktator yang kejam yang banyak musuh dan banyak mensengsarakan rakyatnya selama berkuasa.

Tim yang dipimpin oleh Hold Lunstad seorang psikolog dari Brigham Young University di Utah melakukan analisis terhadap sejumlah penelitian tentang efek hubungan sosial pada kesehatan. Tim tersebut melakukan analisis 148 penelitian terhadap 308 ribu lebih orang yang kehidupannya diikuti selama rata-rata 7,5 tahun.

Hubungan sosial dalam penelitian ini diukur dengan beberapa cara, mulai dari yang sederhana seperti apakah orang tersebut menikah atau hidup sendirian. Juga dilihat dari persepsi seseorang, apakah mereka merasa akan ada orang lain yang akan segera membantunya saat mereka membutuhkan pertolongan. Kemudian penilaian lain diambil dari seberapa kuat seseorang terlibat dalam komunitasnya dan seterusnya. Hasil penelitian ini lalu dicek silang dengan usia, jenis kelamin, status kesehatan dan penyebab kematian saat orang tersebut meninggal.

Hasil penelitian tersebut seperti yang dipublikasikan belum lama ini di jurnal Plos Medicine terbitan Public Library of Science menyimpulkan bahwa orang dengan hubungan sosial yang kuat akan 50 persen lebih panjang umur dibandingkan dengan mereka yang tanpa dukungan ini. Memiliki hubungan sosial yang baik seperti dengan teman, pernikahan atau anak sama baiknya untuk menjaga kesehatan seperti halnya berhenti merokok, menurunkan berat badan atau bahkan minum obat.

Memiliki hubungan sosial yang buruk ternyata setara dengan menjadi pecandu alkohol dan lebih membayakan dibanding tidak berolahraga serta dua kali lebih berbahaya dibanding obesitas (kelebihan berat badan).

Tidak memiliki hubungan sosial ternyata berdampak yang lebih besar untuk kematian muda dibanding tidak melakukan vaksinasi untuk mencegah pneumonia (radang paru-paru) diusia muda, tidak mengkonsumsi obat tekanan darah tinggi atau terpapar polusi udara.

Hold Lunstad menjelaskan lebih lanjut perihal bagaimana kehidupan sosial bisa mempengaruhi kesehatan, yaitu keberadaan orang yang dekat secara emosional disekeliling kita, membuat kita mampu menghadapi stress hidup, sesuatu yang diketahui bisa menyebabkan kematian jika kita tak sanggup menghadapinya.

Hold Lunstad berujar “Saat kita menghadapi kejadian yang potensial menimbulkan stress dalam hidup, kita tahu bahwa ada orang-orang disekeliling kita yang bisa diandalkan. Ini menjadikan kita percaya bahwa mereka akan membuat kita mampu menghadapinya. Bisa juga keberadaan mereka mencegah berbagai efek negatif dari stress”.

Penelitian lain yang juga pernah dilakukan oleh dua orang ahli epidemi penyakit antara tahun 1965-1974 terhadap gaya hidup dan kesehatan penduduk Alameda County, California yang berjumlah 4.725 orang. Hasil penelitian menemukan bahwa angka kematian tiga kali lebih tinggi pada orang yang eksklusif (tertutup) dibandingkan orang yang rajin bersilaturahmi dan menjalin hubungan.

Kemudian sebuah penelitian lain pada penduduk Seattle ditahun 1997 menyimpulkan bahwa biaya kesehatan lebih rendah didapati pada keluarga yang suka bersilaturrahmi dengan orang lain dan MacArthur Foundation di AS mengeluarkan kesimpulan sejalan yang menyatakan bahwa manusia lanjut usia (manula) bisa bertahan hidup lebih lama itu disebabkan mereka kerap bersilaturahmi dengan keluarga dan kerabat serta rajin hadir dalam pertemuan-pertemuan.

Jadi benarlah hadits Nabi Muhammad SAW bahwa menyambung tali silaturahmi atau menjalin dan membina hubungan baik dengan tetangga, teman dan sanak keluarga dapat meluaskan rejeki dan memperpanjang umur seseorang. Maka momentum Idul Fitri tahun ini setelah menjalani ibadah puasa selama bulan Ramadhan, mari kita jadikan sebagai sarana untuk menyambung kembali tali silaturahmi yang pernah terputus dengan saling memaafkan dan melupakan kesalahan dimasa lalu, mempererat kembali hubungan yang sudah terjalin serta memperluas jaringan silaturahmi dengan tetangga baru dan teman baru.
Share