Sabtu, 19 Maret 2011

Dan Bulan Pun Telah Terbelah Dua


Engkau laksana bulan tinggi di atas kayangan, hatiku telah kau tawan hidupku tak karuan, mengapa ku disiksa, mengapa kita bersua, berjumpa dan bercinta tetapi menderita.

Entah sudah berapa banyak puisi dan lagu yang menggunakan bulan sebagai kiasan untuk menggambarkan kecantikan atau perasaan cinta seseorang, bahkan tidak jarang bulan kerap dijadikan sebagai saksi untuk membuktikan ketulusan cinta. Lantas ketika bulan terbelah menjadi dua dalam arti yang sesungguhnya bukan kiasan, siapakah yang menjadi saksi? Apakah mereka mempercayainya? Berikut ini adalah kisahnya.

Peristiwa terbelahnya bulan terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW sebelum hijrah dari Mekah ke Madinah. Suatu ketika orang-orang Quraisy dengan nada mengejek berkata : “Wahai Muhammad kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu!” Lantas Rasulullah bertanya “Apa yang kalian inginkan?” dan mereka menjawab “coba belah rembulan...!”. Rasulullah bertanya: “Apakah kalian akan masuk Islam jika aku sanggup melakukannya?” dan mereka menjawab, “Ya.”

Rasulullah berdiri dan terdiam sambil berdo’a kepada Allah agar menolongnya, atas petunjuk Allah, Rasulullah mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan dengan sebenar-benarnya dan demikian jauh jarak belahan bulan itu sehingga gunung Hira nampak berada diantara keduanya. Bukannya percaya, orang-orang itu serta merta berkata “Muhammad engkau benar-benar telah menyihir kami...”, padahal mereka menyaksikan pembelahan bulan dengan seksama.

Mereka berpendapat bahwa sihir bisa saja menyihir orang yang ada disekitar sang penyihir tetapi tidak bisa menyihir orang yang ada di tempat lain. Lalu mereka pun menunggu orang-orang yang akan pulang dari perjalanan.

Mereka pun bergegas keluar ke batas kota Mekah, menunggu orang-orang yang baru pulang dari perjalanan. Ketika datang rombongan yang pertama kali menuju Mekah, mereka bertanya “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?” Mereka menjawab, “Ya benar, pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dan saling menjauh kemudian bersatu kembali…”

Mendengar hal itu sebagian dari mereka lalu beriman tetapi sebagian lagi tetap ingkar, karena itu Allah menurunkan ayat-Nya “Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(ini adalah) sihir yang terus menerus". Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya.” (Qs.Al Qamar/Bulan : 1-3).

Bukti lain bahwa bulan pernah terbelah dan disaksikan oleh orang lain di tempat yang berbeda terdokumentasikan dalam sebuah manuskrip (naskah) tua di perpustakaan India, London dengan nomor Arabic : 2807, 152-173 yang dikutip di buku “Muhammad Rasulullah” oleh M. Hamidullah, diceritakan bahwa seorang raja dari Malabar (India) yang bernama Cakrawati Farmas juga telah menyaksikan peristiwa terbelahnya bulan. Kemudian dari sekumpulan pedagang muslim yang singgah di Malabar, raja mengetahui bahwa peristiwa terbelahnya bulan itu adalah Mukjizat dari seorang Rasul di Mekah yang bernama Muhammad dan setelah mempelajari hal tersebut (Raja tahu bahwa kitab ramalan masa depan Hindu “Bhavisya Puran” meramalkan akan adanya utusan dari daerah berpasir yang mampu membelah bulan). Raja lalu menugaskan anak lelakinya sebagai pemimpin dan raja pergi untuk menemui utusan itu. Dia memeluk agama Islam di tangan Nabi Muhammad SAW, tapi sayang ketika pulang ke negerinya, raja wafat di pelabuhan Zafar – Yaman.

Selain itu, sejarah India kuno yang pada waktu peristiwa itu belum mengenal Islam telah mencatat peristiwa bulan terbelah. Sayyid Mahmud Syukri al-Alusi, dalam bukunya Ma Dalla 'Alaihi Al-Qur'an, mengutip dari buku Tarikh al-Yamini bahwa dalam sebuah penaklukan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud bin Sabaktakin al-Ghaznawi terhadap sebuah kerajaan yang masih menganut paganisme di India ia menemukan lempengan batu di dalam sebuah istana taklukan. Pada lempengan tersebut terpahat tulisan, "Istana ini dibangun pada malam terbelahnya bulan, dan peristiwa itu mengandung pelajaran bagi orang yang mengambil pelajaran."

Ibn Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah vol. 3 hal. 130, juga menyebutkan adanya riwayat dari India yang menceritakan tentang terbelahnya bulan. Juga dalam Mustadrak al-Hakim vol. 4 hal. 150 menyebutkan riwayat tentang kedatangan raja India dan pertemuannya dengan Nabi Muhammad SAW. Abu Said al-Khudri ra berkata: "Raja India memberikan hadiah seguci jahe pada Nabi Muhammad SAW. Para sahabat memakannya sepotong-potong. Aku juga turut memakannya".

Di internet banyak beredar foto dari NASA yang diambil oleh awak Apollo 10 dari jarak sekitar 14 km di atas permukaan bulan pada tahun 1969 yang memperlihatkan permukaan bulan seperti pernah terbelah dan membentuk suatu garis sepanjang ratusan kilometer. Benar atau tidaknya hal tersebut masih membutuhkan penelitian dan pembuktian ilmiah lebih lanjut.

Bisa jadi suatu saat nanti manusia dengan kekuatannya (ilmu dan pengetahuan) mampu melakukan pendaratan kembali ke bulan dan melakukan eksplorasi lebih jauh tentang bulan sehingga jejak (bekas) bahwa bulan pernah terbelah dapat dibuktikan secara ilmiah. “Hai jemaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan” (Qs. Ar Rahmaan : 33).

Tanda-tanda (mukjizat) yang diberikan Allah, untuk memperkuat para rasul Nya dan sebagai pertolongan atas mereka, menunjukkan dengan pasti akan keberadaan Allah SWT yang maha perkasa dan maha kuasa atas segala sesuatu.

Saya sebagai muslim mempercayai peristiwa terbelahnya bulan karena memang benar termaktub dalam Al Qur’an dan hadist Rasulullah SAW, kalaupun masih ada yang tidak percaya, jangankan jaman sekarang, pada masa Rasulullah SAW yang menyaksikan langsung peristiwa tersebut saja masih ada yang tidak percaya, apalagi saat ini. Tapi sekali lagi hal ini semakin membuktikan kebenaran Al Qur’an itu sendiri tentang adanya sebagian orang yang mendustakan suatu kebenaran seperti yang dimaksud dalam surat Al Qamar tersebut di atas.

Percaya atau tidak, selanjutnya terserah anda.

“Ambilkan bulan bu, yang slalu bersinar di langit... ambilkan bulan bu, untuk menerangi tidurku yang lelap di malam gelap.....
Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar