Jumat, 05 Februari 2010

Makhluk Tuhan Paling Langka

Ketika mencuri dan korupsi sudah menjadi hal yang biasa maka keikhlasan memberi menjadi sesuatu yang langka, ketika memberi dalam kelapangan menjadi hal yang biasa maka keikhlasan memberi dalam kesempitan menjadi hal yang luar biasa.

Jika kita melihat, mendengar atau mengetahui seorang pengusaha sukses dengan mudahnya merogoh koceknya seratus juta untuk menyumbang suatu mesjid atau yayasan yatim piatu, apa yang akan dikatakan? Sebagian ada yang mengatakan “sungguh dermawan orang itu, rela mengeluarkan uang sebanyak itu...” ada pula yang berkata “ya sudah sewajarnya orang itu berinfaq atau bersedekah kan uangnya banyak, saya juga kalau jadi orang kaya pasti akan bersedekah yang banyak...”. Padahal bisa jadi uang seratus juta itu tidak seberapa dibanding harta pengusaha itu yang mencapai ratusan milyar atau bahkan trilyunan, lalu bagaimana dengan kisah pak Bandi berikut ini?

Suatu pagi dipenghujung bulan, pak Bandi bersiap untuk berangkat kerja ketika istrinya berkata “Pak kalau bisa nanti sore bawa uang ya, karena di dapur cuma ada beras cukup untuk makan siang ini saja !”. Ya karena hari ini adalah tanggal tua, gajian masih 3 hari lagi, pak Bandi pun berangkat dengan ongkos yang hanya cukup untuk sekali jalan dan dari tadi malam memang sudah diniatkan bahwa hari ini mau pinjam uang di kantor untuk penyambung hidup sampai tiga hari ke depan.

Seperti biasa di kantor pak Bandi bekerja dengan rajin dan penuh semangat, dari meja kerjanya sesekali dia melirik ruang kerja pak Burhan atasannya yang sedari tadi tak henti-hentinya beberapa staf dan tamu keluar masuk ruangannya. Pak Bandi mencari kesempatan lowong untuk bisa masuk ke ruangan pak Burhan untuk bisa meminjam uang.

Menjelang tengah hari ketika tiba-tiba pak Burhan memanggil pak Bandi ke ruangannya dan menyodorkan secarik kertas “pak saya minta tolong nanti jam istirahat belikan saya buku-buku ini ya di toko buku terdekat, buat tugas sekolah anak saya !” . “Baik pak, oh ya saya boleh pakai mobil dan supir kantor pak ?” kata pak Bandi. “tidak usah ini urusan pribadi, jadi bapak naik angkot saja, ini ongkos buat naik angkot, berangkatnya nanti saja ya pas jam istirahat dan usahakan jangan lewat jam istirahat !” jawab pak Burhan. Ya memang begitulah sifat pak Burhan yang ketat terhadap waktu dan tidak mau mencampuri sedikitpun urusan kantor dengan urusan pribadi. Pak Bandi tahu persis bahwa pak Burhan adalah seorang pemimpin yang jujur, ia jadi teringat kisah Khalifah Umar bin Khattab yang suatu ketika kedatangan tamu yang membahas masalah negara, tetapi ketika pembicaraan mulai membahas masalah pribadi, akhirnya beliau mematikan lampu minyak yang ada di hadapannya dan mengatakan “ lampu minyak ini dibiayai oleh negara, sedang pembicaraan kita sekarang ini sudah bukan mengenai negara”.

Tepat lima menit sebelum jam istirahat usai pak Bandi sudah tiba di kantor lalu menyerahkan dua buah buku pesanan pak Burhan dan dia pun menjadi sangat terkejut ketika mendapat imbalan sebesar tiga ratus ribu rupiah karena imbalan itu jauh melebihi harga dari buku yang dia beli. “terima kasih ya Allah atas rejeki yang telah Kau berikan melalui Pak Burhan yang baik hati, semoga Kau tambahkan rejeki beliau dan selalu diberi kesehatan” kata pak Bandi dalam hati seraya mengusapkan wajahnya dengan kedua tangan. Ya sepertinya pak Burhan memang mencari-cari alasan untuk bisa bersedekah kepada pak Bandi.

Selepas jam kerja pak Bandi berbegas pulang dengan harapan segera menyerahkan rejeki yang didapat hari ini kepada sang istri tercinta. Ditengah perjalanan bus yang dia tumpangi berhenti mendadak karena tiba-tiba ada orang yang menghadang ditengah jalan untuk menghentikan bus, tak lama berselang naiklah seseorang dengan kepala serta sebelah lengan dan dengkul diperban, lalu dengan susah payah orang itu duduk tepat disamping pak Bandi.

Bertanyalah pak Bandi “kenapa pak ?” lalu orang itu bercerita bahwa dia baru saja menjadi korban tabrak lari dan beruntung masih ada orang yang menolong tapi meletak begitu saja dia di depan RS mungkin si penolong takut jika harus bertanggung jawab membiayai pengobatannya. “Baru satu hari dirawat saya kabur dari RS pak...karena saya tidak punya uang... sehari-hari saya berdagang asongan di jalan... waktu tertabrak saya sedang berusaha cari pinjaman buat biaya berobat anak saya yang sakit... saya khawatir dengan nasib anak dan istri saya yang sedang hamil”. Mendengar cerita itu timbul rasa iba pada diri pak Bandi dan lalu memutuskan untuk mengantar orang itu sampai ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, orang itu disambut dengan isak tangis istri dan anaknya yang masih kecil, melihat pemandangan itu dan melihat langsung rumah yang sangat sederhana maka bertambah iba hati pak Bandi, “ternyata masih ada orang yang lebih miskin dari saya” katanya dalam hati. Pak bandi menyerahkan uang sejumlah dua ratus ribu kepada orang itu. “aduh pak jangan merepotkan, saya sudah diantar sampai rumah juga sudah terima kasih sekali...”, “tidak apa uang ini buat biaya berobat anak bapak dan buat makan selama bapak tidak bisa bekerja”.

Sementara itu istri pak Bandi di rumah merasa cemas karena tidak seperti biasanya sampai malam begini suaminya belum pulang dan tadi sore terpaksa istri pak Bandi meminjam sedikit beras ke tetangga, akhirnya ia dan anak-anaknya hanya makan nasi dengan campuran sedikit minyak jelantah dan garam.

Ketika sampai di rumah diceritakanlah semua yang dialami pak Bandi hari ini, “oalah pak... wong anak istri susah hanya makan nasi dan garam, kok punya rejeki sedikit dikasih orang...” kata sang istri, “sudahlah bu, toh kita masih bisa makan nasi, yang penting masih ada sedikit uang buat makan kita sampai bapak gajian nanti “ jawab pak Bandi. “ya sudah, semoga besok-besok kita bisa makan enak ya” sindir istrinya menirukan kata-kata yang sering diucapkan pak Bandi, dengan tersenyum kecil pak Bandi menimpali “ ya kalau besok-besok masih belum bisa makan enak, yang pasti kita masih punya satu harapan... semoga bisa makan enak di surga nanti”.

Kisah tersebut di atas memberi contoh kepada kita bahwa ternyata untuk bersedekah tidak perlu menunggu kaya justru ketika sedang susah kita dianjurkan untuk bersedekah “Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”,(Qs. Ath Thalaq : 7) dan Rasulullah SAW pun pernah bersabda “carilah rejeki dengan bersedekah... “.

Satu lagi yang menambah bobot lebih dari kisah tersebut adalah ketika kita bisa memberi dengan ikhlas sesuatu yang sesungguhnya sangat kita butuhkan kepada orang lain yang lebih membutuhkan ini baru luar biasa dan pak Bandi tidak hanya bersedekah dengan 2,5 % tapi dia sedekahkan 2/3 atau 67 % dari rejeki yang dia miliki saat itu, maka wajarlah kalau kita sebut pak Bandi adalah satu dari sedikit MAKLUK TUHAN YANG PALING LANGKA di dunia ini.
Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar